Dan disaat
bintang datang, kini gilang yang kemudian berlalu dari hadapanku. Gilang segera
pamit kepadaku dan gilang lalu berjalan ke dalam parkiran dengan santainya. Aku
melihat gilang disapa oleh beberapa teman perempuannya. Sungguh melihat ini
saja aku sangat cemburu. Kenapa ia langsung pergi? Mengapa tak kita lanjutkan
saja obrolannya? Tak peduli siapapun mengganggu obrolan hangat kita. Sungguh
aku tak peduli.. aku hanya ingin gilang berada di sampingku. Perasaanku
sebenarnya sangat tidak enak. Terlebih memang obrolan ku dengan gilang belum
selesai dan menggantung. Rasanya aku ingin sekali memaki bintang.
“fara”
“apa?!” aku kaget mendengar suaraku yang keras dan terkesan menuduh. Aku melihat ekspresi bintang yang terlihat sama kagetnya denganku. Aku cepat-cepat tersenyum untuk mencairkan suasana. Bagaimanapun juga aku tak mau merusak hubungan pertemanan ini. walaupun aku begitu kesal dengan bintang. Memutus tali silaturahmi itu dosa besar. Beberapa detik kemudian aku melihat bintang membalas senyumanku- menghela nafas lega.
“kemana aja?”
“di kelas aja”
“tumben, biasanya gue lihat lo di kantin, di koridor sekolah, tapi akhir-akhir ini enggak lihat” aku hanya diam mendengar penjelasan bintang. Mataku masih melihat kea rah parkiran sekolah. Memastikan gilang naik motor, memakai helmnya agar aman, lalu tak lama gilang keluar dari parkiran motor. Kaca helmnya dibiarkan terbuka tak di tutup aku masih dapat melihat wajahnya yang bagai Hercules tersebut. Aku menyukainya..
“gue cari lo” bintang melihat ke arahku. Dengan senyumnya yang familiar.
“maaf”
“untuk apa?” Tanya bintang.
“untuk semuanya”
“enggak ada yang salah kok. Oh iya tadi gue lihat lo pagi-pagi, lari-lari di tangga. Kenapa telat?”
“gue enggak bisa balik lagi sama lo”
“kenapa?”
“rasanya…. Udah berbeda. Saat gue tau keputusan lo untuk selesai sama gue artinya udah selesai juga perasaan gue. Selama tiga minggu ini gue berusaha untuk enggak memikirkan lagi. Dan semuanya hampir berhasil. Sedikit lagi.. sedikit lagi.. kasih gue waktu lagi untuk lupain semuanya” aku tumpahkan semuanya. Jantungku rasanya berdetak sangat kencang. Butuh keberanian yang besar aku menyatakan ini pada bintang.
“gue enggak bisa kasih waktu itu far. Gue minta sama lo untuk kasih gue kesempatan lagi. gue enggak akan….”
“bahkan gue enggak tau kesempatan itu mengizinkan atau enggak. Jangan jadi orang yang mengandalkan kesempatan tang. Karena enggak semua kejadian ada kesempatan” bintang hanya diam. Masih memandangiku. Matanya dengan jelas melihat mataku. Aku tak sanggup.
“gue pulang dulu ya udah ada luna”
“gue anter ya”
“enggak usah tang”
“enggak apa-apa far, gue anter aja sekalian…”
“tang… jangan paksa, oke?” bintang diam. Lalu aku melangkahkan kakiku. Satu langkah dua langkah hingga akhirnya bayanganku hilang dari pandangannya.
“apa?!” aku kaget mendengar suaraku yang keras dan terkesan menuduh. Aku melihat ekspresi bintang yang terlihat sama kagetnya denganku. Aku cepat-cepat tersenyum untuk mencairkan suasana. Bagaimanapun juga aku tak mau merusak hubungan pertemanan ini. walaupun aku begitu kesal dengan bintang. Memutus tali silaturahmi itu dosa besar. Beberapa detik kemudian aku melihat bintang membalas senyumanku- menghela nafas lega.
“kemana aja?”
“di kelas aja”
“tumben, biasanya gue lihat lo di kantin, di koridor sekolah, tapi akhir-akhir ini enggak lihat” aku hanya diam mendengar penjelasan bintang. Mataku masih melihat kea rah parkiran sekolah. Memastikan gilang naik motor, memakai helmnya agar aman, lalu tak lama gilang keluar dari parkiran motor. Kaca helmnya dibiarkan terbuka tak di tutup aku masih dapat melihat wajahnya yang bagai Hercules tersebut. Aku menyukainya..
“gue cari lo” bintang melihat ke arahku. Dengan senyumnya yang familiar.
“maaf”
“untuk apa?” Tanya bintang.
“untuk semuanya”
“enggak ada yang salah kok. Oh iya tadi gue lihat lo pagi-pagi, lari-lari di tangga. Kenapa telat?”
“gue enggak bisa balik lagi sama lo”
“kenapa?”
“rasanya…. Udah berbeda. Saat gue tau keputusan lo untuk selesai sama gue artinya udah selesai juga perasaan gue. Selama tiga minggu ini gue berusaha untuk enggak memikirkan lagi. Dan semuanya hampir berhasil. Sedikit lagi.. sedikit lagi.. kasih gue waktu lagi untuk lupain semuanya” aku tumpahkan semuanya. Jantungku rasanya berdetak sangat kencang. Butuh keberanian yang besar aku menyatakan ini pada bintang.
“gue enggak bisa kasih waktu itu far. Gue minta sama lo untuk kasih gue kesempatan lagi. gue enggak akan….”
“bahkan gue enggak tau kesempatan itu mengizinkan atau enggak. Jangan jadi orang yang mengandalkan kesempatan tang. Karena enggak semua kejadian ada kesempatan” bintang hanya diam. Masih memandangiku. Matanya dengan jelas melihat mataku. Aku tak sanggup.
“gue pulang dulu ya udah ada luna”
“gue anter ya”
“enggak usah tang”
“enggak apa-apa far, gue anter aja sekalian…”
“tang… jangan paksa, oke?” bintang diam. Lalu aku melangkahkan kakiku. Satu langkah dua langkah hingga akhirnya bayanganku hilang dari pandangannya.
Aku berada
di ruang depan rumah, tepat di depan motorku yang malang. Ban motorku masih
bocor dan aku jadi bingung besok aku harus naik apa ke sekolah. Luna tidak bisa
mengantarkanku karena besok ia juga tidak membawa motor, ayahku juga tidak bisa
mengantarkanku karena besok ada rapat dan ayah akan berangkat pagi sekali,
zakki tidak akan mau mengantarkanku berangkat karena arah sekolahku berlawanan
dengan kampusnya. Dan ibuku tidak bisa mengendarai mobil yang dirumah
jelas-jelas sangat jarang di pakai.
“makanya tuntun aja motornya ke bengkel. Kan ada di depan perumahan” ucap ibuku yang baru keluar dari dapur- membuat teh hangat di malam hari. Hal itu biasa dilakukannya jika sedang santai sambil menunggu ayah yang belum juga pulang dari kantor.
“kalau bengkel nya itu persis ada di depan perumahan sih aku mau-mau aja. Lah ini masih jauh bu.. kan capek nuntunnya”
“minta tolong zakki aja”
“zakki banyak tugas katanya”
“terus gimana? Masa mau nunggu ayah sampai pulang? Kasian kan capek nanti ayah. Nanti malah marah-marah loh”
“nah itu dia, aku juga enggak mau kena marah ayah”
“yaudah minta temen yang lain aja jemput”
“enggak ada yang bisa bu”
“pasti ada dong, masa di antara banyak teman enggak ada yang bisa dimintain tolong”
“aduh enggak tau deh. Makanya ajarin aku nyetir mobil biar kemana-mana tuh gampang” kataku memanfaatkan situasi. Aku segera berjalan ke tangga lalu memasuki kamarku. Handponeku berada di atas kasurku yang berantakan dengan buku-buku yang berserakan. Aku memang lebih suka belajar di atas kasur daripada di meja belajar. Itulah sebabnya ibu suka marah-marah. Setelah ku lihat handponeku aku berjalan kea rah jendela kamarku. Membuka jendela lalu duduk di kursi yang sengaja aku taruh di dekat jendela. Udaranya dingin dan membuat kulitku merinding. Aku melihat beberapa pesan dari bintang yang belum aku balas. Setelah kejadian tadi siang aku fikir bintang tidak akan memberi pesan lagi padaku, namun nampaknya bintang sama sekali tidak perduli.
“makanya tuntun aja motornya ke bengkel. Kan ada di depan perumahan” ucap ibuku yang baru keluar dari dapur- membuat teh hangat di malam hari. Hal itu biasa dilakukannya jika sedang santai sambil menunggu ayah yang belum juga pulang dari kantor.
“kalau bengkel nya itu persis ada di depan perumahan sih aku mau-mau aja. Lah ini masih jauh bu.. kan capek nuntunnya”
“minta tolong zakki aja”
“zakki banyak tugas katanya”
“terus gimana? Masa mau nunggu ayah sampai pulang? Kasian kan capek nanti ayah. Nanti malah marah-marah loh”
“nah itu dia, aku juga enggak mau kena marah ayah”
“yaudah minta temen yang lain aja jemput”
“enggak ada yang bisa bu”
“pasti ada dong, masa di antara banyak teman enggak ada yang bisa dimintain tolong”
“aduh enggak tau deh. Makanya ajarin aku nyetir mobil biar kemana-mana tuh gampang” kataku memanfaatkan situasi. Aku segera berjalan ke tangga lalu memasuki kamarku. Handponeku berada di atas kasurku yang berantakan dengan buku-buku yang berserakan. Aku memang lebih suka belajar di atas kasur daripada di meja belajar. Itulah sebabnya ibu suka marah-marah. Setelah ku lihat handponeku aku berjalan kea rah jendela kamarku. Membuka jendela lalu duduk di kursi yang sengaja aku taruh di dekat jendela. Udaranya dingin dan membuat kulitku merinding. Aku melihat beberapa pesan dari bintang yang belum aku balas. Setelah kejadian tadi siang aku fikir bintang tidak akan memberi pesan lagi padaku, namun nampaknya bintang sama sekali tidak perduli.
From: bintang
to : me
to : me
Gue menunggu kesempatan itu mengizinkan hingga akhirnya
kembali lagi seperti dulu. Gue rindu keadaan yang dulu. Tapi kalau memang
prosesnya harus dari awal lagi gue terima far. Kita teman kan?
Tentu saja
aku berteman dengan bintang. Tapi aku tak tau hubunganku dengan bintang akan
seperti apa.
aku membuka entri baru untuk menulis pesan. Aku sudah memikirkannya dan mungkin gilang dapat membantuku. Terlebih siang tadi aku sudah memberi tau gilang dimana rumahku.
aku membuka entri baru untuk menulis pesan. Aku sudah memikirkannya dan mungkin gilang dapat membantuku. Terlebih siang tadi aku sudah memberi tau gilang dimana rumahku.
From: me
to : gilang
to : gilang
Lang, besok bisa bareng enggak kesekolahnya? Fara enggak
ada kendaraan untuk sekolah besok. Ban motornya masih bocor.
From: gilang
to : me
to : me
Emang luna enggak bisa?
from: me
to : gilang
to : gilang
enggak bisa, luna besok enggak bawa motor
aku menunggu
balasan dari gilang. Memikirkan kemungkinan gilang akan menolak karena rumah
gilang memang sangat berlawanan arah dengan rumahku. Membuatnya semakin jauh
untuk kesekolah. Tapi aku bingung ingin meminta siapa lagi jika bukan gilang.
Lagipula sekali saja, aku ingin berboncengan dengan gilang. Handponeku bergetar
menandakan pesan masuk. Saat membukanya aku menahan nafas. Kemungkinan besar
pasti gilang menolak
from: gilang
to : me
to : me
yaudah
aku menghela
nafas. Dengan senyumnya yang mengembang, aku senang gilang mau menjemputku. Aku
harap esok hariku akan baik-baik saja. Aku harap esok akan jadi hari yang
menyenangkan antara aku dan gilang. Semoga saja ini permulaan yang baik.
Comments
Post a Comment
Terimakasih telah membaca blog saya! bisa kali tulis komentarnya disini