Aku akhirnya berjalan dari depan kompleks
perumahan sekolahku. Aku yang membayarkan zakki. Dan tentu saja zakki dengan
senang hati menerimanya. Walaupun terkadang ia menggunakan kata-kata seperti
“gak usah ah, gue kayak tukang ojek aja. Langsung dibayar gitu lewat traktiran
makan” setelah itu “udahlah gak usah. Gue kan temen lo, bukan tukang ojek lo”
“serius nih? Yaudah lah capek juga debat. Daripada nambah biaya minum saking
gue bisa tambah haus gara-gara gue debat sama lo. Maksa mulu sih. Yaudah deh
gue terima lo nraktir gue blablablabla” dan biasanya setelah selesai di traktir
“far, inget ya ini yang terakhir lo traktir gue”
tadinya zakki tidak ingin membiarkan aku berjalan dari depan komplek. Tapi aku juga tidak ingin menunggu zakki makan. Menunggu zakki makan berarti membiarkan aku tambah ngaret setengah jam. Dengan semangat yang masih tersisa aku pun berjalan. Sedikit berharap ada tumpangan kosong yang bisa mengantarkanku sampai depan sekolah. Sekarang pukul 09.30, sudah cukup terik. Aku menengok ke belakang. Iseng dan ternyata benar ada seseorang yang dapat aku tumpangi. Dan yang membuatku tersenyum, gilang yang mengendarai motor satria kepunyaannya. Dengan pilihan yang membingungkan- namun aku harus berfikir cepat. Antara apakah aku harus memanggil dan meminta tumpangan atau sebaiknya tidak. Dan akhirnya akibat aku yang terlalu banyak berfikir, motor itu sudah melewatiku dengan cepat. Yang mengendarai sama sekali tak menengok ke arahku- kasian. Kalau di adegan ftv seharusnya sang pemeran utama wanita beruntung dapat tumpangan dari pria yang disukai oleh sang pemeran utama wanita. Tapi masalah utamanya adalah, memangnya aku pemeran utamanya? Seperti tak ada perempuan yang jauh lebih cantik saja. Aku jengkel dengan pernyataan dari diriku. Akupun menendang batu yang ada di dekatku walaupun itu sama sekali tidak membantu.
tadinya zakki tidak ingin membiarkan aku berjalan dari depan komplek. Tapi aku juga tidak ingin menunggu zakki makan. Menunggu zakki makan berarti membiarkan aku tambah ngaret setengah jam. Dengan semangat yang masih tersisa aku pun berjalan. Sedikit berharap ada tumpangan kosong yang bisa mengantarkanku sampai depan sekolah. Sekarang pukul 09.30, sudah cukup terik. Aku menengok ke belakang. Iseng dan ternyata benar ada seseorang yang dapat aku tumpangi. Dan yang membuatku tersenyum, gilang yang mengendarai motor satria kepunyaannya. Dengan pilihan yang membingungkan- namun aku harus berfikir cepat. Antara apakah aku harus memanggil dan meminta tumpangan atau sebaiknya tidak. Dan akhirnya akibat aku yang terlalu banyak berfikir, motor itu sudah melewatiku dengan cepat. Yang mengendarai sama sekali tak menengok ke arahku- kasian. Kalau di adegan ftv seharusnya sang pemeran utama wanita beruntung dapat tumpangan dari pria yang disukai oleh sang pemeran utama wanita. Tapi masalah utamanya adalah, memangnya aku pemeran utamanya? Seperti tak ada perempuan yang jauh lebih cantik saja. Aku jengkel dengan pernyataan dari diriku. Akupun menendang batu yang ada di dekatku walaupun itu sama sekali tidak membantu.
Di dalam sekolah sudah ramai. Lomba pasti
sudah dimulai. Lomba paskibra yang di adakan sekolahku memang banyak peserta
lombanya. Aku jadi bingung sendiri,padahal ini sekolahku. Aku memutuskan
berjalan ke lapangan basket- lapangan tempat perlombaan di laksanakan. Tak
sedikit aku bertemu dengan teman- teman sekolah sehari-hari. Sambil berkomentar
tentang rambut baruku. Setidaknya aku lega karena komentar teman- temanku yang
baik tentang rambutku. Katanya aku jadi tambah lucu dan terlihat lebih fresh.
Dan lagi walaupun mereka tertawa setelah itu mereka memuji dengan tulus. Lebih
baik daripada hanya di tanyakan dan di tertawakan. Di lapangan basket sangat
penuh dengan para penonton. Tapi aku melihat sahabatku luna. Aku dapat mengenalinya
dari belakang sekalipun.
“udah mulai dari jam berapa lun?” luna pun
menolehkan kepala dan sangat kaget dengan rambutku yang berbeda.
“faraaaaaaa, ko rambutnya di potong? Kenapa?” luna kelihatan lebih penasaran dan bersimpatik. Teman- teman osisku pun menoleh dan pangling melihat rambutku. “waaah far fresh banget, jadi tambah imut” aku pun tersenyum bangga dengan komentar temanku.
“ini potong sendiri loh”
“kok bisa? Kenapa sih lo? Stress nih putus dari bintang”
“enak ajaaaa, enggaklah. Cuma pengen lebih fresh aja” aku melihat teman- teman osisku yang sedang membawa nampan yang kosong dan tahu goreng yang kelihatan enak.
“kok nampannya kosong lun?”
“iya udah laku tadi minumnya. Ini mau ngambil lagi di ruang osis tapi pengen nonton lombanya dulu bentar” aku pun diam dan memperhatikan ke lapangan. Di seberang aku meihat mantanku- bintang, yang sedang duduk sambil mendengarkan musik. Kebiasaannya kalau sedang bosan memang seperti itu. Apa yang di lakukannya pagi-pagi disekolah? “farrrr, itu tuh gilang” ucap luna sangat pelan dekat dengan telingaku sehingga orang lain tak mendengarnya. Aku mengedar pandang, mencari gilang dibalik keramaian. Benar kata luna. Gilang ada disana sedang menonton lomba paskibra dengan serius. Di dekat tenda panitia. Gilang juga sedang berbincang sedikit dengan teman ekskulnya. Gilang berada sejajar dengan diriku- di sebrang. Apa Gilang melihatku? Tapi mungkin juga tidak karena Gilang sedang serius memperhatikan jalannya lomba.
“sini lun nampannya, gue aja yang ngambil minumnya di ruang OSIS” luna memberinya. Ada dua alasan sebenarnya mengapa aku menawarkan bantuan. Pertama karena ini memang kerjaanku. Merasa bersalah juga karena aku datang terlambat. Dan kedua kali-kali aku dapat menawari minuman nanti pada gilang. Aku jadi gugup sendiri. Saat aku ingin menaiki tangga, gilang melihat ke arahku. Langsung menahan nafas saking kaget dan gugupnya. Jaraknya hanya 1 meter dariku. Saking gugupnya aku mengeluarkan kata “woy” mencoba asyik dan rileks sedikit. Setelah ingat aku pun mengambil nafas dengan susah payah. gilang hanya menunjuk ke arahku dan aku lihat mulutnya berbicara “lah” walaupun tak aku dengar. Dia tertawa padaku dan aku cemberut. Sifat gilang seharusnya membuat aku menjauh dan kesal padanya. Tapinya pria seperti ini yang malah aku dekati. Contoh terbaiknya adalah zakki. Aku menaiki tangga dengan canggung. Buru-buru mengambil minuman di ruang osis lalu ingin cepat kembali ke bawah hanya untuk melihat gilang. Turunnya aku ke tangga aku melihat gilang yang bergegas bersama temannya menuju ke belakang- sepertinya ke kantin. Mau membeli minum? Padahal baru saja aku ingin menawarkan minum. Oh mungkin gilang ingin membeli makan. Atau mengantarkan temannya makan. Aku berusaha berfikir positif kali ini.
“faraaaaaaa, ko rambutnya di potong? Kenapa?” luna kelihatan lebih penasaran dan bersimpatik. Teman- teman osisku pun menoleh dan pangling melihat rambutku. “waaah far fresh banget, jadi tambah imut” aku pun tersenyum bangga dengan komentar temanku.
“ini potong sendiri loh”
“kok bisa? Kenapa sih lo? Stress nih putus dari bintang”
“enak ajaaaa, enggaklah. Cuma pengen lebih fresh aja” aku melihat teman- teman osisku yang sedang membawa nampan yang kosong dan tahu goreng yang kelihatan enak.
“kok nampannya kosong lun?”
“iya udah laku tadi minumnya. Ini mau ngambil lagi di ruang osis tapi pengen nonton lombanya dulu bentar” aku pun diam dan memperhatikan ke lapangan. Di seberang aku meihat mantanku- bintang, yang sedang duduk sambil mendengarkan musik. Kebiasaannya kalau sedang bosan memang seperti itu. Apa yang di lakukannya pagi-pagi disekolah? “farrrr, itu tuh gilang” ucap luna sangat pelan dekat dengan telingaku sehingga orang lain tak mendengarnya. Aku mengedar pandang, mencari gilang dibalik keramaian. Benar kata luna. Gilang ada disana sedang menonton lomba paskibra dengan serius. Di dekat tenda panitia. Gilang juga sedang berbincang sedikit dengan teman ekskulnya. Gilang berada sejajar dengan diriku- di sebrang. Apa Gilang melihatku? Tapi mungkin juga tidak karena Gilang sedang serius memperhatikan jalannya lomba.
“sini lun nampannya, gue aja yang ngambil minumnya di ruang OSIS” luna memberinya. Ada dua alasan sebenarnya mengapa aku menawarkan bantuan. Pertama karena ini memang kerjaanku. Merasa bersalah juga karena aku datang terlambat. Dan kedua kali-kali aku dapat menawari minuman nanti pada gilang. Aku jadi gugup sendiri. Saat aku ingin menaiki tangga, gilang melihat ke arahku. Langsung menahan nafas saking kaget dan gugupnya. Jaraknya hanya 1 meter dariku. Saking gugupnya aku mengeluarkan kata “woy” mencoba asyik dan rileks sedikit. Setelah ingat aku pun mengambil nafas dengan susah payah. gilang hanya menunjuk ke arahku dan aku lihat mulutnya berbicara “lah” walaupun tak aku dengar. Dia tertawa padaku dan aku cemberut. Sifat gilang seharusnya membuat aku menjauh dan kesal padanya. Tapinya pria seperti ini yang malah aku dekati. Contoh terbaiknya adalah zakki. Aku menaiki tangga dengan canggung. Buru-buru mengambil minuman di ruang osis lalu ingin cepat kembali ke bawah hanya untuk melihat gilang. Turunnya aku ke tangga aku melihat gilang yang bergegas bersama temannya menuju ke belakang- sepertinya ke kantin. Mau membeli minum? Padahal baru saja aku ingin menawarkan minum. Oh mungkin gilang ingin membeli makan. Atau mengantarkan temannya makan. Aku berusaha berfikir positif kali ini.
Akhirnya aku tetap harus berjualan juga.
Bersama teman-temanku yang kini berpencar. Aku dan temanku dilla berjualan di
lantai atas. Sedangkan teman osisku yang lain ada yang berjualan tahu, minuman,
popcorn dan lainnya. Sekolahku ramai sekali. Jadi tambah bersemangat untuk
berjualan. Banyak juga dari ekskul- bukan hanya osis yang berjualan. Jadi lucu
sendiri berbondong- bondong menawarkan minuman. Mumpung cuaca yang terik,
kantin juga jauh dari para peserta jadi mereka lebih memilih membeli minuman
yang aku bawa. Aku pun bergumam berulang kali “maaf ya teteh kantin”. Setelah
berjualan minuman cukup laris, akupun beralih menjual choco ball. Aku juga
sudah mencobanya dan rasanya enak sekali. Aku sampai ambil tiga.
“kak, mau beli gak kak? Ini enak banget loh
kak choco ball nya….” Kakak perempuan yang aku tawari hanya tersenyum. Aku tak
menyerah.
“satu choco ball harganya seribu kak, enak kak beneran. Saya aja sampai ngambil tiga choco ball loh kak”
“tester dulu dong dek” aku pun tersenyum ramah. Bisa buat choco ball segini banyak saja sudah bersyukur. Ini lagi minta terster. Tapi aku tetap kalem.
“wah kak, gak nyediain tester. Gak usah pake testeran kak, udah jelas enak kok” temanku dilla berada di belakangku bertugas memegang uang. Dasar ibu bendahara, ujarku dalam hati. Mereka mau gak mau. Antara mau dan tidak. Aku harus bisa mengusik pembeli.
“jangan pake bingung kak. Makan ini mood nya langsung naik deh pasti” “yaudah deh beli satu yah. Yan kamu mau gak?” lalu cowok di samping kakak perempuan nya itu mengangguk. “yaudah deh beli dua ya” aku langsung menyodorkan kotak yang berisi choco ball tersebut pada kakaknya.
“ini kak pilih sendiri aja, macem macem kak variasinya”
“yang enak yang mana?” Tanya si cowok.
“semuanya enak kok kak, kalau gak enak ngapain di jual” ungkapku mencelos sambil tersenyum ramah. Akhirnya kakak tersebut sudah mengambil dua choco ball. Uangnya juga sudah diberikan ke dilla dengan uang pas. “terimakasih” aku pun pergi. Lanjut menawari choco ball. Lumayan banyak yang membeli dan kata mereka rasanya enak. Beberapa ada yang langsung mengejarku dan langsung membeli lagi. Choco ball buatan temanku- dwi memang enak. Akupun menawari segerombolan kakak- kakak remaja yang sedang mengobrol ceria. Satu perempuan dan empat cowok.
“satu choco ball harganya seribu kak, enak kak beneran. Saya aja sampai ngambil tiga choco ball loh kak”
“tester dulu dong dek” aku pun tersenyum ramah. Bisa buat choco ball segini banyak saja sudah bersyukur. Ini lagi minta terster. Tapi aku tetap kalem.
“wah kak, gak nyediain tester. Gak usah pake testeran kak, udah jelas enak kok” temanku dilla berada di belakangku bertugas memegang uang. Dasar ibu bendahara, ujarku dalam hati. Mereka mau gak mau. Antara mau dan tidak. Aku harus bisa mengusik pembeli.
“jangan pake bingung kak. Makan ini mood nya langsung naik deh pasti” “yaudah deh beli satu yah. Yan kamu mau gak?” lalu cowok di samping kakak perempuan nya itu mengangguk. “yaudah deh beli dua ya” aku langsung menyodorkan kotak yang berisi choco ball tersebut pada kakaknya.
“ini kak pilih sendiri aja, macem macem kak variasinya”
“yang enak yang mana?” Tanya si cowok.
“semuanya enak kok kak, kalau gak enak ngapain di jual” ungkapku mencelos sambil tersenyum ramah. Akhirnya kakak tersebut sudah mengambil dua choco ball. Uangnya juga sudah diberikan ke dilla dengan uang pas. “terimakasih” aku pun pergi. Lanjut menawari choco ball. Lumayan banyak yang membeli dan kata mereka rasanya enak. Beberapa ada yang langsung mengejarku dan langsung membeli lagi. Choco ball buatan temanku- dwi memang enak. Akupun menawari segerombolan kakak- kakak remaja yang sedang mengobrol ceria. Satu perempuan dan empat cowok.
“kakak, kakak mau beli gak choco ball nya?
Enak loh kak saya sendiri yang jualan sampai ikutan beli. Harganya Cuma seribu
kak untuk satu choco ball” ungkapku cepat, sebagian menyerocos tidak karuan.
Sok sok basa basi seperti “aduh gigi gue lagi sakit nih, nanti kalau gue makan
coklat tambah sakit lagi” kata cowok yang A. “kalau jualan beginian harusnya
sih ada tester dek” kata cowok B. “gak ada uang receh nih gue” jawab cowok C.
yang ini langsung aku jawab “tenang kok kak, ada kembalian banyak” “wah duit
gue gede banget. Saking gedenya gak bisa di masukin di kantong loh dek” masih
cowok C, dan yang ini aku tak jawab. Takut perkataan kasar yang aku lontarkan
nanti saking jengkelnya. Si dilla yang berada di belakangku cekikikan. Untung
cowok D tidak berbicara yang menyebalkan.
“eh jangan gitu loh. Beli aja gih, timang seribu doang” kali ini si cewek semata wayang yang berbicara. Untungnya si perempuan tidak sama menyebalkannya seperti temannya yang lain.
“elu beli kaga? Kata si cowok D. kali ini angkat bicara.
“kaga sih” mereka langsung tertawa ngakak. Penilaian positif ku terhadap si cewek semata wayang dengan cowok D kini menjad negative 10. “beli aja kak, enak kok” kali ini dilla angkat bicara. Mungkin dilla tau aku mulai kesal pada mereka.
“yaudah nanti beli deh. Tapinya jualan ke yang lain dulu aja ya” “terimakasih” ucapku masih mempunyai kesopanan pada mereka. Aku pun pergi berjualan ke yang lain. Kali ini tanpa basa- basi choco ball langsung dibeli oleh sang pembeli- Tanpa basa basi seperti kelompok tadi. Saat aku berbalik arah kembali, ingin turun ke lantai bawah. Aku dan dilla bertemu segerombolan anak anak negative. Itulah sebutanku pada mereka.
“wah…udah laku lumayan banyak tuh, beli deh beli” ucap cewek semata wayang. Penilaianku langsung menjadi negatif lima- setidaknya berkurang lima point dari sebelumnya. Sedangkan yang lain masih negatif 10.
“gue beli deh, tapi ekhem bagi nomor dulu lah ya” aku pun memaki cowok C dalam hati. Sangat tidak sopan dan menyebalkan. Sudah basa basinya parah, mau beli pun masa aku harus memberi nomor handpone? Tidak lah ya. Teman teman yang lain tertawa terbahak bahak dan mengatakan “modus mulu lo” kata si D “jangan mau dek, dia udah punya cewek” aku memaki tanggapan dari si cowok B. siapa juga yang mau sama dia? Keluhku dalam hati. Dan pada akhirnya hanya si cewek semata wayang yang membeli. Benar benar mood breaker di minggu yang cerah ini.
“eh jangan gitu loh. Beli aja gih, timang seribu doang” kali ini si cewek semata wayang yang berbicara. Untungnya si perempuan tidak sama menyebalkannya seperti temannya yang lain.
“elu beli kaga? Kata si cowok D. kali ini angkat bicara.
“kaga sih” mereka langsung tertawa ngakak. Penilaian positif ku terhadap si cewek semata wayang dengan cowok D kini menjad negative 10. “beli aja kak, enak kok” kali ini dilla angkat bicara. Mungkin dilla tau aku mulai kesal pada mereka.
“yaudah nanti beli deh. Tapinya jualan ke yang lain dulu aja ya” “terimakasih” ucapku masih mempunyai kesopanan pada mereka. Aku pun pergi berjualan ke yang lain. Kali ini tanpa basa- basi choco ball langsung dibeli oleh sang pembeli- Tanpa basa basi seperti kelompok tadi. Saat aku berbalik arah kembali, ingin turun ke lantai bawah. Aku dan dilla bertemu segerombolan anak anak negative. Itulah sebutanku pada mereka.
“wah…udah laku lumayan banyak tuh, beli deh beli” ucap cewek semata wayang. Penilaianku langsung menjadi negatif lima- setidaknya berkurang lima point dari sebelumnya. Sedangkan yang lain masih negatif 10.
“gue beli deh, tapi ekhem bagi nomor dulu lah ya” aku pun memaki cowok C dalam hati. Sangat tidak sopan dan menyebalkan. Sudah basa basinya parah, mau beli pun masa aku harus memberi nomor handpone? Tidak lah ya. Teman teman yang lain tertawa terbahak bahak dan mengatakan “modus mulu lo” kata si D “jangan mau dek, dia udah punya cewek” aku memaki tanggapan dari si cowok B. siapa juga yang mau sama dia? Keluhku dalam hati. Dan pada akhirnya hanya si cewek semata wayang yang membeli. Benar benar mood breaker di minggu yang cerah ini.
bersambung..
Comments
Post a Comment
Terimakasih telah membaca blog saya! bisa kali tulis komentarnya disini