Sudah sore. Pengumuman pemenang pun sudah
dibacakan- Pemenang dari sekolah yang aku lupa namanya. Kini aku sudah di
lantai bawah. Duduk di dekat kelas yang berlorong sambil memperhatikan panitia
lomba paskibra yang sedang beres-beres. Ingin rasanya membantu tapi badanku
sudah lemas. Kakiku pegal akibat berjalan- jalan dari tadi. Aku dan teman-teman
osis yang lain juga sudah membereskan ruang osis yang berantakan akibat
dagangan. Air yang tumpah di lantai ruang osis juga sudah di lap. Waktunya
pulang tapi aku masih menunggu ayah yang sedang di perjalanan untuk menjemputku.
tadinya aku ingin menumpang pada luna, namun luna tidak bisa karena ia tidak
langsung pulang ke rumahnya. Anak- anak osis yang lainnya pun sudah pada
pulang- ingin cepat-cepat pulang karena kelelahan. Saat aku memberi pesan ke zakki pun, zakki tak bisa pulang bersamaku karena ia masih di kampus dan
nongkrong dengan teman-temannya. Rajin sekali memang kakak ku yang satu ini.
Ngapain juga minggu- minggu masih ke kampus. Tanpa berkaca, akupun sama seperti zakki. Ke sekolah padahal hari minggu. Tapi kan aku kesekolah untuk berjualan.
Lah kalau dia? Hanya nongkrong sama teman teman. Aku masih berusaha membela
diri. Baru aku ingin bangkit dari duduk. Ingin berjalan ke depan gerbang
sekolah. Rencananya aku ingin menunggu ayahku di sana saja. Tapi akupun tak
jadi berdiri juga akhirnya karena bintang tiba-tiba datang kepadaku. Dia tersenyum
padaku lalu duduk di sebelahku. Kalau aku tidak sopan mungkin aku langsung
pergi saja dari tempatku duduk. Tanpa mengucapkan salam sama sekali. Tapi rasa
sopanku selalu tertinggal dalam diriku dan rasanya jengkel juga menjadi orang
sopan. Masih sopan pada orang yang sudah menyakitimu misalnya. Aku memang
terlalu baik. “hai” sapanya dengan sangat ramah. Tak ingin aku jawab walaupun
akhirnya aku balas “hai juga” bodoh. Benakku lagi.
“gak pulang?” tanyanya. Cie perhatian. Ucapku dengan nada mengejek dalam hati. Tapi barangkali ini bukan perhatian. Dia mungkin hanya ingin bersikap sopan saja. Sepertiku yang sedang berusaha sopan padanya.
“ini lagi nunggu ayah jemput”
“wah mau liat ayah lo dong. Kan waktu itu pengen ketemu gak jadi-jadi” aku terbengong dan tersenyum lemah pada bintang. Bukannya belum lupa atau bagaimana. Tapi ini baru tiga minggu setelah aku putus darinya. Lukaku pasti juga belum terlalu kering. Mengingat kejadian di hari itu. Tapi toh aku bukannya memakinya saja tapi aku malah menjawab “ya semoga nanti bisa lihat” perempuan yang terlalu baik. Keluhku dalam hati.
“far denger deh lagu ini. Enak” bintang sedang menawarkan sebelah headset nya padaku. Apa ini juga sopan santun? Tanyaku. Aku mengambilnya setelah berfikir cukup lama. Aku memakai headsetnya di telinga sebelah kiri. Aku hanya memandang lurus ke depan. Sambil sesekali banyak orang yang memperhatikan ku dan bintang. Mungkin bertanya- Tanya kenapa tiba-tiba aku dekat lagi dengan bintang. Jangankan mereka,aku juga bingung. Aku punya alasan mengapa aku tidak menunduk saja. Karena aku takut saat aku menunduk nanti aku malah meneteskan air mata- air mata sisa sakit tiga minggu yang lalu. Karena yang benar saja, bintang menyetel lagu kesukaanku- lagu yang saat itu di dengar oleh bintang dan aku, berdua saat masih bersama dulu. Kata dulu seperti lampau sekali sebenarnya. dan satu lagi alasanku sebenarnya. aku melihat gilang yang sempat melihat ke arahku. Gilang memakai kaos polo, memakai tas coklat kemerahannya dan tentunya kacamata yang tergantung ditulang hidungnya. Aku baru benar-benar melihat penampilannya sekarang. Dari jauh- entah sebenarnya dia tadi melihatku atau tidak. Tapi aku berharap begitu. Aku melihatnya sedang melambai-lambaikan tangan pada teman-temannya untuk pamit pulang. Dan dia pun berjalan. Aku masih melihatnya walaupun kini yang terlihat hanya punggung badannya. Lagu kita yang di nyanyikan vidi aldiano masih menggema merdu di telingaku. Terasa cocok saat aku melihat gilang dan lagu ini seperti backsound nya. Disaat asyik memperhatikan gilang yang kini sudah lenyap dari pandangan perasaan sedih langsung mengerayapi diriku. Padahal besok aku juga bisa bertemu dengan gilang. Tapi itu masih lama. Beberapa jam lagi itu masih lama. Ujarku dalam hati.
“lo gak mau pulang tang?” tanyaku pada bintang yang sedang memperhatikanku. Sedikit kaget aku tak mengucapkan “entang” seperti biasa. Itu kan panggilan sayangku pada bintang.
“fara” “apa?” tanyaku penasaran. Mungkin bintang ingin bilang “minta uang parkir dong” seperti teman- temanku yang lain kalau sudah berkata lembut seperti itu, merayu agar mendapatkan uang parkirnya. Tapi tak masalah sih, aku masih ada uang. Kalau seribu duaribu aku masih punya. “gue masih sayang sama lo”
“gak pulang?” tanyanya. Cie perhatian. Ucapku dengan nada mengejek dalam hati. Tapi barangkali ini bukan perhatian. Dia mungkin hanya ingin bersikap sopan saja. Sepertiku yang sedang berusaha sopan padanya.
“ini lagi nunggu ayah jemput”
“wah mau liat ayah lo dong. Kan waktu itu pengen ketemu gak jadi-jadi” aku terbengong dan tersenyum lemah pada bintang. Bukannya belum lupa atau bagaimana. Tapi ini baru tiga minggu setelah aku putus darinya. Lukaku pasti juga belum terlalu kering. Mengingat kejadian di hari itu. Tapi toh aku bukannya memakinya saja tapi aku malah menjawab “ya semoga nanti bisa lihat” perempuan yang terlalu baik. Keluhku dalam hati.
“far denger deh lagu ini. Enak” bintang sedang menawarkan sebelah headset nya padaku. Apa ini juga sopan santun? Tanyaku. Aku mengambilnya setelah berfikir cukup lama. Aku memakai headsetnya di telinga sebelah kiri. Aku hanya memandang lurus ke depan. Sambil sesekali banyak orang yang memperhatikan ku dan bintang. Mungkin bertanya- Tanya kenapa tiba-tiba aku dekat lagi dengan bintang. Jangankan mereka,aku juga bingung. Aku punya alasan mengapa aku tidak menunduk saja. Karena aku takut saat aku menunduk nanti aku malah meneteskan air mata- air mata sisa sakit tiga minggu yang lalu. Karena yang benar saja, bintang menyetel lagu kesukaanku- lagu yang saat itu di dengar oleh bintang dan aku, berdua saat masih bersama dulu. Kata dulu seperti lampau sekali sebenarnya. dan satu lagi alasanku sebenarnya. aku melihat gilang yang sempat melihat ke arahku. Gilang memakai kaos polo, memakai tas coklat kemerahannya dan tentunya kacamata yang tergantung ditulang hidungnya. Aku baru benar-benar melihat penampilannya sekarang. Dari jauh- entah sebenarnya dia tadi melihatku atau tidak. Tapi aku berharap begitu. Aku melihatnya sedang melambai-lambaikan tangan pada teman-temannya untuk pamit pulang. Dan dia pun berjalan. Aku masih melihatnya walaupun kini yang terlihat hanya punggung badannya. Lagu kita yang di nyanyikan vidi aldiano masih menggema merdu di telingaku. Terasa cocok saat aku melihat gilang dan lagu ini seperti backsound nya. Disaat asyik memperhatikan gilang yang kini sudah lenyap dari pandangan perasaan sedih langsung mengerayapi diriku. Padahal besok aku juga bisa bertemu dengan gilang. Tapi itu masih lama. Beberapa jam lagi itu masih lama. Ujarku dalam hati.
“lo gak mau pulang tang?” tanyaku pada bintang yang sedang memperhatikanku. Sedikit kaget aku tak mengucapkan “entang” seperti biasa. Itu kan panggilan sayangku pada bintang.
“fara” “apa?” tanyaku penasaran. Mungkin bintang ingin bilang “minta uang parkir dong” seperti teman- temanku yang lain kalau sudah berkata lembut seperti itu, merayu agar mendapatkan uang parkirnya. Tapi tak masalah sih, aku masih ada uang. Kalau seribu duaribu aku masih punya. “gue masih sayang sama lo”
Hening.
“setelah putus… ya gue tau kalau gue yang
mutusin untuk selesai. Tapi anehnya setelah itu gue ngerasa sepi. Sepi gak ada
lo, gak ada ym dari lo. gak kayak hari biasa yang biasa gue jalanin sama lo.
dan yang bener aja gue masih mikirin lo….”
Masih hening.
“hari ini sengaja gue nungguin lo, untuk
bilang ini lagi. Biar hati ini tenang lagi. Gue pengen tau apa lo masih sayang
sama gue atau enggak. Tapi gue putusin untuk gak nanya itu. Gue takut
jawabannya lo gak sayang lagi sama gue. Tapi gue masih mau nanya ini. Nanya
pertanyaan yang sama kayak dulu di lapangan futsal- ya gak benar-benar sama.
Apa lo mau jadi pacar gue lagi?”
Mimpi apa aku semalam? Harusnya aku mimpi
indah semalam. Tapi kalau di ingat lagi… tidak. Semalam itu aku mimpi buruk.
Mimpi dikejar-kejar ular dan aku berteriak karena takut. Itu pasti bukan mimpi
indah kan? Jantungku berdebar kencang. Sangat naluriah tapi. Entah ini emosi
apa, apakah ini emosi senang, terharu, atau marah? Aku masih diam menatap bintang.
Lalu kenapa? Kenapa bintang memutuskan aku? bintang jenuh saat itu. Lalu katanya
setelah itu ia masih memikirkanku. Kenapa dia memikirkan ku? Memikirkan
perempuan yang membosankan. Bodoh. Kenapa tak langsung aku tanyakan saja pada bintang. Mengapa aku malah bertanya dalam hati? Padahal tau kalau aku memendamnya
tak akan ada jawaban.
“gue janji, gue bakal jagain lo lagi, gak nyiain lo lagi. Terserah, mungkin lo mikir ini bulshit atau gimana, tapi gue beneran sayang sama lo. waktu itu gue lagi mikir pendek far. Maafin gue” mikir pendek? Tanyaku dalam hati lagi. Harusnya dia berfikir panjang pada orang yang ia sayangi. Satu kesalahan yang fatal untuk bintang. Aku bingung harus berkata apa, sehingga aku hanya berkata.
“kenapa? Kenapa baru setelah tiga minggu lo baru bilang lo masih sayang?” apa karena lo gak dapetin cewek yang lo suka sebenarnya, terus lo mutusin untuk balik lagi sama gue? Tanyaku melanjutkan dalam hati. Perkataanku sedikit kaku dan tidak lancar. Merasa aneh sendiri mendengar suaraku. Dentuman musik masih terdengar di telingaku. Instrument yang sering di mainkan bintang terdengar di telinga. Tapi musiknya samar-samar terdengar.
“gue takut. Gue ragu apa lo mau nerima alasan gue atau enggak. Akhirnya gue putusin untuk coba berfikir tentang keputusan gue yang waktu itu. Dan jawabannya adalah gue bodoh banget udah mutusin lo. gue nyesel banget. Dan sekarang gue baru berani bilang sama lo” tertegun juga mendengar perkataan bintang yang terlihat bersungguh- sungguh. Namun apa lagi yang harus aku katakan. Sampai akhirnya aku melihat ayahku yang ingin berjalan kearah lapangan basket. Dan syukurnya dia masih bertanya- Tanya dimana keberadaanku pada orang yang ada. Pasti dia belum melihatku disini. Akhirnya aku melepas headset yang ada di telinga sebelah kiriku. Tak ada lagi suara yang mengisi telinga. Aku berdiri dan menunduk memandang bintang. Bintang masih belum puas dengan penjelasannya mungkin. Atau bintang mengharapkan jawaban?
“hem…. Eh ayah gue udah dateng jemput…”
“mana?” Tanya bintang benar-benar ingin melihat. “itu yang pakai kaos kuning” kataku sederhana. “pulang duluan ya” tambahku. “iya ini gue juga mau pulang kok” aku tersenyum. Benar juga. Kan dia memang menunggu ku dari tadi. Jadi kalau aku pulang, ia juga akan pulang.
“hati-hati ya” ucapnya. Dan selanjutnya “gue masih mau jawaban lo” aku mengangguk, membalikkan badan dan berjalan secepat mungkin dari bintang. Sekaligus panik takut-takut nanti ayah melihatku berduaan dengan cowok. Sampai akhirnya aku menepuk pundak ayahku “ayo yah kita pulang”
“gue janji, gue bakal jagain lo lagi, gak nyiain lo lagi. Terserah, mungkin lo mikir ini bulshit atau gimana, tapi gue beneran sayang sama lo. waktu itu gue lagi mikir pendek far. Maafin gue” mikir pendek? Tanyaku dalam hati lagi. Harusnya dia berfikir panjang pada orang yang ia sayangi. Satu kesalahan yang fatal untuk bintang. Aku bingung harus berkata apa, sehingga aku hanya berkata.
“kenapa? Kenapa baru setelah tiga minggu lo baru bilang lo masih sayang?” apa karena lo gak dapetin cewek yang lo suka sebenarnya, terus lo mutusin untuk balik lagi sama gue? Tanyaku melanjutkan dalam hati. Perkataanku sedikit kaku dan tidak lancar. Merasa aneh sendiri mendengar suaraku. Dentuman musik masih terdengar di telingaku. Instrument yang sering di mainkan bintang terdengar di telinga. Tapi musiknya samar-samar terdengar.
“gue takut. Gue ragu apa lo mau nerima alasan gue atau enggak. Akhirnya gue putusin untuk coba berfikir tentang keputusan gue yang waktu itu. Dan jawabannya adalah gue bodoh banget udah mutusin lo. gue nyesel banget. Dan sekarang gue baru berani bilang sama lo” tertegun juga mendengar perkataan bintang yang terlihat bersungguh- sungguh. Namun apa lagi yang harus aku katakan. Sampai akhirnya aku melihat ayahku yang ingin berjalan kearah lapangan basket. Dan syukurnya dia masih bertanya- Tanya dimana keberadaanku pada orang yang ada. Pasti dia belum melihatku disini. Akhirnya aku melepas headset yang ada di telinga sebelah kiriku. Tak ada lagi suara yang mengisi telinga. Aku berdiri dan menunduk memandang bintang. Bintang masih belum puas dengan penjelasannya mungkin. Atau bintang mengharapkan jawaban?
“hem…. Eh ayah gue udah dateng jemput…”
“mana?” Tanya bintang benar-benar ingin melihat. “itu yang pakai kaos kuning” kataku sederhana. “pulang duluan ya” tambahku. “iya ini gue juga mau pulang kok” aku tersenyum. Benar juga. Kan dia memang menunggu ku dari tadi. Jadi kalau aku pulang, ia juga akan pulang.
“hati-hati ya” ucapnya. Dan selanjutnya “gue masih mau jawaban lo” aku mengangguk, membalikkan badan dan berjalan secepat mungkin dari bintang. Sekaligus panik takut-takut nanti ayah melihatku berduaan dengan cowok. Sampai akhirnya aku menepuk pundak ayahku “ayo yah kita pulang”
bersambung...
Comments
Post a Comment
Terimakasih telah membaca blog saya! bisa kali tulis komentarnya disini