3. Menghindar
Selama di perjalanan pulang. Aku mencoba
merenung dengan kejadian sore ini. mungkin ada yang salah. Mungkin bintang salah.
Atau mungkin hanya bercanda. Lelucon menjelang ujian tengah semester mungkin.
Atau mungkin sekarang bulan april? Sehingga nanti di ujung pembicaraan bintang bisa
berkata “april mob” dengan muka datar. Oh sangat tidak mungkin. Sekarang bulan
September. Tadi muka bintang juga tidak terlalu…. Oh muka bintang memang seperti itu.
Ayah mengemudi sambil menyetel lagu di salah satu radio fm yang sering di putar
di mobil. Sialnya mengapa lagu ini menyuarakan fikiranku. Oh glen, mengapa dia
membuat lagu yang berjudul terserah itu? Pikiran lelucon lagi. Mungkin ayah
yang me request. Special untuk anaknya yang lucu dan baik ini. mungkin juga
ayah tau kalau aku sedang kesal dan marah. Tau darimana? Ah. Orang tua dan anak
kan memang mempunyai ikatan batin. Setelah aku bergulat dengan fikiranku,
akupun memutuskan ini semua salah ayahku. Coba ayah datang lebih awal menjemput
sehingga bintang kan tidak bisa berbicara denganku. Bodoh. Kesalahannya sudah dari
awal. Coba hari ini aku mendekap saja dirumah. Tidak usah pergi kesekolah di
hari minggu. Tak akan bertemu bintang pasti. Tapi aku tidak bisa bertemu gilang dong? Ah pikiranku makin kacau.
“mau beli makan dulu gak dek?” Tanya ayahku.
Dengan keadaan normal aku pasti sangat semangat. Sebenarnya aku memang lapar.
Tapi kan aku sedang tidak normal- perasaanku sedang aneh. “enggak deh yah”
“kamu gak laper? Emang tadi di sekolah udah makan?” pertanyaan yang baik dan pas kena sasaran. Aku laper yah. Aku gak makan daritadi disekolah.
“lapernya paling nanti malem. Gak usah lah yah mau pulang aja. Istirahat. Pegel kakiku” ujarku berbohong sedikit.
“dirumah gak ada lauk loh. ibumu kalau hari minggu bermalas-malas ria. Males masak”
“tinggal masak mie. Mie ada kan? Jangan bilang gak ada. Kalau gak ada mie juga dirumah, aku diet aja” aku yakin aku cukup cerewet. Tapi lebih baik berbicara banyak daripada hanya diam dan membiarkan fikiranku menjelajah kemanapun.
“diet? Diet cewek SMA mah gak sehat. Gak usah diet dietan lah. Nanti malah sakit”
“ayah gak suka denger ya? Atau baca artikel gitu yah?, cewek SMA itu strong. Jadi mau sakit berkali-kali juga tetep bisa sembuh lagi” sebenarnya yang aku maksud strong ini dalam arti lain. Aku yakin ayahku tidak mengerti. Untungnya aku punya ayah yang tipe nya tidak peka. Tidak peka walaupun sudah di kodein.
“mau sembuh juga butuh biaya” omg. Maksud ayah itu tentang money. Benar kan. Ayahku tidak mengerti maksudku. Aku berkeluh kesah sendiri dalam hati. Gak semua sakit kok yang membutuhkan biaya. Contohnya hatiku bisa sembuh kembali karena gilang. Lukanya masih basah memang setidaknya gilang sudah sangat membantu. aku takut luka yang hampir sembuh ini, hampir kering. Kembali basah lagi akibat sore tadi- akibat bintang. Bagaimana caranya biar luka ini sembuh dulu?
“auah” “ye kenapa?” muka ayahku sangat polos. Mau aku marah juga aku tidak tega. Tapi akhirnya aku sewot juga.
“ayah gak peka”
“peka dalam bentuk apa?”
“ayah itu sebagai kepala keluarga harus peka biar tau kondisi anaknya”
“memangnya kondisi kamu kenapa?” pertanyaan yang bagus, benakku berkata. Aku jawab juga dalam hati. Keadaan ku buruk. Aku jadi sakit kepala gara-gara banyak fikiran. Aku jadi kangen gilang. Apa nyambungnya ya? Akhirnya ayahku angkat bicara lagi setelah aku hanya diam.
“kalau yang peka mah, ibu kamu….. repot kalau kedua orang tua kamu peka dua-duanya, ada juga kamu yang malah gak enak. Syukuri aja ayahmu yang gak peka ini. ayah sama ibu mu kan memang saling melengkapi. Yang satu peka dan yang satu tidak” Good answer. Aku membuka handponeku. Ingin menutup mulut saja. Biarkan saja ayah yang berceloteh dan segala macamnya. Dengan rasa sopan yang tersisa aku bisa menjawab dengan “oh” “heeh” “oya?”. Aku sedang kesal dengan handponeku yang lemot. Pantas saja banyak sekali notif. Ada pesan dari ayahku ternyata. Tapi aku tidak merasa handponeku bergetar tadi. Pantas ayahku sampai masuk ke dalam sekolah. Yang membuatku terkejut adalah terdapat ym. Dengan keringat yang tiba-tiba mengucur dari pelipisku. Aku menelan ludah sebanyak banyaknya. Klik.
“kamu gak laper? Emang tadi di sekolah udah makan?” pertanyaan yang baik dan pas kena sasaran. Aku laper yah. Aku gak makan daritadi disekolah.
“lapernya paling nanti malem. Gak usah lah yah mau pulang aja. Istirahat. Pegel kakiku” ujarku berbohong sedikit.
“dirumah gak ada lauk loh. ibumu kalau hari minggu bermalas-malas ria. Males masak”
“tinggal masak mie. Mie ada kan? Jangan bilang gak ada. Kalau gak ada mie juga dirumah, aku diet aja” aku yakin aku cukup cerewet. Tapi lebih baik berbicara banyak daripada hanya diam dan membiarkan fikiranku menjelajah kemanapun.
“diet? Diet cewek SMA mah gak sehat. Gak usah diet dietan lah. Nanti malah sakit”
“ayah gak suka denger ya? Atau baca artikel gitu yah?, cewek SMA itu strong. Jadi mau sakit berkali-kali juga tetep bisa sembuh lagi” sebenarnya yang aku maksud strong ini dalam arti lain. Aku yakin ayahku tidak mengerti. Untungnya aku punya ayah yang tipe nya tidak peka. Tidak peka walaupun sudah di kodein.
“mau sembuh juga butuh biaya” omg. Maksud ayah itu tentang money. Benar kan. Ayahku tidak mengerti maksudku. Aku berkeluh kesah sendiri dalam hati. Gak semua sakit kok yang membutuhkan biaya. Contohnya hatiku bisa sembuh kembali karena gilang. Lukanya masih basah memang setidaknya gilang sudah sangat membantu. aku takut luka yang hampir sembuh ini, hampir kering. Kembali basah lagi akibat sore tadi- akibat bintang. Bagaimana caranya biar luka ini sembuh dulu?
“auah” “ye kenapa?” muka ayahku sangat polos. Mau aku marah juga aku tidak tega. Tapi akhirnya aku sewot juga.
“ayah gak peka”
“peka dalam bentuk apa?”
“ayah itu sebagai kepala keluarga harus peka biar tau kondisi anaknya”
“memangnya kondisi kamu kenapa?” pertanyaan yang bagus, benakku berkata. Aku jawab juga dalam hati. Keadaan ku buruk. Aku jadi sakit kepala gara-gara banyak fikiran. Aku jadi kangen gilang. Apa nyambungnya ya? Akhirnya ayahku angkat bicara lagi setelah aku hanya diam.
“kalau yang peka mah, ibu kamu….. repot kalau kedua orang tua kamu peka dua-duanya, ada juga kamu yang malah gak enak. Syukuri aja ayahmu yang gak peka ini. ayah sama ibu mu kan memang saling melengkapi. Yang satu peka dan yang satu tidak” Good answer. Aku membuka handponeku. Ingin menutup mulut saja. Biarkan saja ayah yang berceloteh dan segala macamnya. Dengan rasa sopan yang tersisa aku bisa menjawab dengan “oh” “heeh” “oya?”. Aku sedang kesal dengan handponeku yang lemot. Pantas saja banyak sekali notif. Ada pesan dari ayahku ternyata. Tapi aku tidak merasa handponeku bergetar tadi. Pantas ayahku sampai masuk ke dalam sekolah. Yang membuatku terkejut adalah terdapat ym. Dengan keringat yang tiba-tiba mengucur dari pelipisku. Aku menelan ludah sebanyak banyaknya. Klik.
bintang_cap@ymail.com
far
BUZZ
Tadi serius far
Enggak bercanda
Aku juga mikir dari tadi. Aku juga mikir
mungkin bintang bercanda. Toh hasilnya kan tetap sama. Bintang memang benar-benar
serius dengan perkataannya. Terus aku harus balas apa? Atau lebih baik aku
tidak usah membalas? Oh tidak. Aku masih sopan dan setidaknya aku harus membuat bintang kalem dulu. Atau aku Tanya ayahku saja ya…. Not good idea. Tapi waktu
menyelamatkanku juga. Saat ingin membalas jaringan data di handpone ku error.
Terlebih dahulu aku harus merebootnya. Setidaknya aku punya alasan karena
membalas chat ym bintang lama. Aku juga punya waktu berfikir lebih untuk membalas
apa. Aku pun mematikan handponeku, lalu menyalakannya kembali.
Aku memikirkan gilang. Apa tadi gilang melihatku berduaan dengan bintang? Tadi gilang seperti melihatku. Apakah dia
berfikiran sama dengan yang lain? Mungkin dia berfikir aku berpacaran lagi
dengan bintang atau semacamnya. Tapi toh apa dia peduli jika aku balikan sekalipun?
Aku yakin mungkin dia tak akan membawa fikiran ini hingga ia mengendarai motor
diperjalanan sekalipun- atau mungkin ia hanya memikirkan beberapa detik.
Memangnya apa pedulinya? Aku ingin menangis memikirkan kenyataan ini. lalu satu
lagi yang membuat hatiku teriris-iris. Ayahku tiba-tiba bercerita tentang
perjuangannya mendapatkan ibu. Bagaimana dari awal ibu seperti tak peduli pada
ayah atau sebagainya. Walaupun mereka sering mengobrol dan bercanda-canda-
mungkin awalnya ayah menyangka ibu suka pada ayah. Tapi perkiraan itu pudar
karena ayah melihat ibu melakukan hal yang sama- bercanda dan mengobrol dengan
pria lain. Aku menjadi kasihan mendengar cerita ayah. Masa ayahku yang
seganteng ini hampir bertepuk sebelah tangan? Kata ayahku, hal yang paling semu
adalah menunggu. Hal yang paling sakit melihat dia tersenyum karena orang lain-
bukan karena dirimu. Dan hal yang paling pedih adalah mengingat kau hanya bisa
melihat dan memandang orang yang tak benar-benar kamu miliki.
“ayah saat kuliah masuk jurusan sastra
Indonesia ya? Bukannya ayah sarjana social?” aku benar-benar kagum mendengar
perkataan puitis ayah. Mungkin ibu tadinya ingin menolak ayah- namun pada suatu
hari ayah mengirim sebuah puisi yang ditaruhnya di loker pagi-pagi buta. Jika
benar, tentu itu pengorbanan yang sangat besar harus bangun pagi-pagi dan
berangkat kesekolah pagi-pagi sekali.
“ngaco. Kan ayah ketemu ibu waktu SMA. ya ayah kan belum masuk jurusan apapun”
“jiwa puitis ayah gak turun ke aku” aku membayangkan kalau aku mempunyai jiwa puitis. Apakah itu keren? Atau malah menjijikan?
“malah bagus gak diturunin. Anak perempuan,anak perawan itu lebih baik di puitisin sama cowok. Bukan mempuitiskan cowok” ah good answer. Harusnya cowok yang punya usaha untuk bikin puisi atau apa kek ke cewek. Ah ini hanya opini sih.
sebenarnya yang bikin hatiku teriris adalah tentang ayah yang tetap berusaha mendekati ibu walaupun ibu cuek dan terkesan biasa- mungkin ini sama sepertiku. Aku yang hingga sekarang masih menyukai gilang. Dari kelas 10 hingga sekarang kelas 11. Selalu berpacaran dengan beberapa pria padahal hatiku tau benar, siapa yang benar-benar aku suka. lalu bagaimana caraku? Apa yang harus aku usahakan dan aku perjuangkan? Aku perempuan. Mungkin tak aneh kalau laki-laki bisa memberi bunga, coklat, puisi, boneka atau semacamnya. Kalau perempuan? Apa mungkin aku harus membawakan makanan? Memberinya minum saat dia habis berenang atau futsal di lapangan sekolah. Menyanyikan sebuah lagu? Tentu bisa. Tapi pertanyaan dari semuanya adalah apakah aku berani? Bagaimana kata teman-temanku nanti?
“ngaco. Kan ayah ketemu ibu waktu SMA. ya ayah kan belum masuk jurusan apapun”
“jiwa puitis ayah gak turun ke aku” aku membayangkan kalau aku mempunyai jiwa puitis. Apakah itu keren? Atau malah menjijikan?
“malah bagus gak diturunin. Anak perempuan,anak perawan itu lebih baik di puitisin sama cowok. Bukan mempuitiskan cowok” ah good answer. Harusnya cowok yang punya usaha untuk bikin puisi atau apa kek ke cewek. Ah ini hanya opini sih.
sebenarnya yang bikin hatiku teriris adalah tentang ayah yang tetap berusaha mendekati ibu walaupun ibu cuek dan terkesan biasa- mungkin ini sama sepertiku. Aku yang hingga sekarang masih menyukai gilang. Dari kelas 10 hingga sekarang kelas 11. Selalu berpacaran dengan beberapa pria padahal hatiku tau benar, siapa yang benar-benar aku suka. lalu bagaimana caraku? Apa yang harus aku usahakan dan aku perjuangkan? Aku perempuan. Mungkin tak aneh kalau laki-laki bisa memberi bunga, coklat, puisi, boneka atau semacamnya. Kalau perempuan? Apa mungkin aku harus membawakan makanan? Memberinya minum saat dia habis berenang atau futsal di lapangan sekolah. Menyanyikan sebuah lagu? Tentu bisa. Tapi pertanyaan dari semuanya adalah apakah aku berani? Bagaimana kata teman-temanku nanti?
Aku mengecek handponeku. Kini aku merasa aneh
lagi. Sudah tiga minggu lamanya aku sudah tidak menerima chat ym lagi. Dan
saat-saat baru putus aku sangat merindukannya. Kadang tanpa sadar, setiap aku
membuka handpone aku inginkan notif chat ymail. Dan akhirnya setelah tiga
minggu aku terbiasa….. kini notif itu kembali lagi. Saat aku sudah menerima dan
terbiasa tanpa chat ymail, kenapa kini muncul lagi?
Bintang_cap@ymail.com
Sudah sampai far?
farasyahna@ymail.com
mbb, tadi handpone sempet di reboot
dulu
sebentar lagi sampai kok
ayah kalau ngendarain mobil emang
lama
bintang_cap@ymail.com
Ah, enggak lama juga kali
Rumah lo kan emang jauh
Salam dong buat om
Biasanya bintang selalu bilang “calon” bukan “om”
maksudnya calon mertua. Aku tak
benar-benar yakin akan menyampaikan salam. Nanti aku yang malah ditanya ayah.
Contoh. teman yang mana? Siapa namanya?
Kok ngasih salam ke ayah? Jujur saja. Pertanyaan ayah selalu membuatku deg
degan.
farasyahna@ymail.com
faktor rumah jauh dan ayah yang
nyetir lama
nyetir lama
waalaikumsalam
biarkan aku
saja yang mewakilkan jawaban salam ayahku. Bentar lagi sampai rumah. Aku
tinggal belok kanan, lalu belok kanan lagi untuk memasuki komplek rumahku. Tapi
ayah mungkin sedang mencoba memahami atau entahlah- atau ayah bisa membaca
fikiranku dan semacamnya.
“sebenarnya, berjuang gak berarti memberikan barang-barang kesukaannya atau memberi sesuatu secara material. Kadang kamu hanya cukup bersikap tulus, dan apa adanya sama dia- kamu percaya atau enggak. Lama kelamaan dia yang akan liat sendiri seberapa tulusnya kamu mencintai dia”
“sebenarnya, berjuang gak berarti memberikan barang-barang kesukaannya atau memberi sesuatu secara material. Kadang kamu hanya cukup bersikap tulus, dan apa adanya sama dia- kamu percaya atau enggak. Lama kelamaan dia yang akan liat sendiri seberapa tulusnya kamu mencintai dia”
Comments
Post a Comment
Terimakasih telah membaca blog saya! bisa kali tulis komentarnya disini