4. PDKT
Hari kedua
sama suksesnya seperti hari pertama. Datang kesekolah lebih cepat, gerbang
sebelah kanan yang pasti terbuka, tangga kecil di dekat kelasku yang terbuka
tak di gembok. Saat pulang pun sama lancarnya seperti hari pertamaku. Jadi…..
ini sempat menimbulkan pertanyaan untuk bintang.
gue kok gak
liat lo lagi ya?
BUZZ!!
Dikantin
juga gak ketemu
lagi banyak
banget tugas yang belum selesai tang
yaudah
kalau ketemu
pokoknya pengen denger jawaban ya dari lo
dalam hati
aku khawatir dengan perkataan bintang. Jawabanku apa? Memangnya aku ingin jawab
apa? Kini aku jadi sering berdoa semoga hari-hari ku di hindarkan dari seorang
bintang caressa nugraha.
dan sekarang akupun panik karena keterlambatanku pagi ini. sampai aku tak sarapan karena memang tak sempat. Pintu kamarku terkunci karena semalam aku sedang belajar giat dan tidak ingin di ganggu, saat ingin tidur aku lupa memutar kunci agar tidak terkunci dan ibuku dapat membangunkanku seperti biasa. Ditambah lagi ban motorku yang tiba-tiba bocor. Sehingga aku pun berangkat diantar ayahku. Sampai disekolah jam 07.10. bintang pasti sudah sampai di sekolah. Pintu gerbang paling kanan aku lewati dengan berjalan cepat. Kini aku seperti diburu-buru kucing tetangga dirumah yang biasa menggangguku. Saat aku berjalan kearah tangga semuanya membuatku panik dan berdiri lemas. Pagar tangga tersebut masih di gembok. Aku harus berbuat apa dong? Dengan gerakan yang berusaha berjalan lebih cepat lagi.karena kebetulan aku memakai rok rempel sehingga dengan sangat mudah untukku, aku berjalan kearah ruang tata usaha. Ruangan ,masih sepi. Belum begitu banyak guru yang berdatangan.
dan sekarang akupun panik karena keterlambatanku pagi ini. sampai aku tak sarapan karena memang tak sempat. Pintu kamarku terkunci karena semalam aku sedang belajar giat dan tidak ingin di ganggu, saat ingin tidur aku lupa memutar kunci agar tidak terkunci dan ibuku dapat membangunkanku seperti biasa. Ditambah lagi ban motorku yang tiba-tiba bocor. Sehingga aku pun berangkat diantar ayahku. Sampai disekolah jam 07.10. bintang pasti sudah sampai di sekolah. Pintu gerbang paling kanan aku lewati dengan berjalan cepat. Kini aku seperti diburu-buru kucing tetangga dirumah yang biasa menggangguku. Saat aku berjalan kearah tangga semuanya membuatku panik dan berdiri lemas. Pagar tangga tersebut masih di gembok. Aku harus berbuat apa dong? Dengan gerakan yang berusaha berjalan lebih cepat lagi.karena kebetulan aku memakai rok rempel sehingga dengan sangat mudah untukku, aku berjalan kearah ruang tata usaha. Ruangan ,masih sepi. Belum begitu banyak guru yang berdatangan.
“kenapa
neng? Spidol kelas?” Tanya pak agus pengurus TU. Aku tersenyum sejenak. Aku
memang suka ke TU untuk mengambil spidol kelas yang biasanya habis. Namun sekarang ini lain. Sangat
lain.
“TU kan bukan buat spidol kelas doang pak. Saya mau minta kunci gembok belakang dong pak”
“belakang mana? Belakang kan banyak. Kamar mandi aja di bilang ‘belakang’”
“kunci gembok yang tangga belakang pak. Itu loh tangga yang dekat sama perpustakaan”
“nah bilangnya yang lengkap dong neng. Oh kalau itu mah adanya di ibu perpus”
“terus bu dewinya dimana?”
“belum datang. Palingan sih jam 8 sudah datang”
“TU kan bukan buat spidol kelas doang pak. Saya mau minta kunci gembok belakang dong pak”
“belakang mana? Belakang kan banyak. Kamar mandi aja di bilang ‘belakang’”
“kunci gembok yang tangga belakang pak. Itu loh tangga yang dekat sama perpustakaan”
“nah bilangnya yang lengkap dong neng. Oh kalau itu mah adanya di ibu perpus”
“terus bu dewinya dimana?”
“belum datang. Palingan sih jam 8 sudah datang”
Jam 8? Aku
butuhnya sekarang!!!!
“emang buat
apa sih?”
“ya buat masuk kelas lah pak….”
“masuk kelas? Kalau masuk kelas mah ke tangga yang itu juga bisa. Ngapain ke tangga yang kecil segala?” aku hanya menahan kesal dalam hati. Sambil beristigfar. Rasa emosional ku sedang naik. Hal ini serig terjadi jika sedang panik. Aku memang enggak tau bintang sudah dikelas atau belum. Tapi aku ambil sialnya saja kalau misalkan bintang sudah datang dan dia melihatku?
“pokoknya ini penting pak”
“ya mau gimana? Kalau mau jam 8. Kalau sekarang mah gurunya belum ada” aku mulai bingung dan kehabisan akal. Tidak ada jalan lain selain tangga kecil itu untuk bisa melewati kelas bintang.
tapi akhirnya seperti bantuan yang jatuh dari langit. Aku melihat dari ruang TU tempatku berdiri, bintang sedang menuruni tangga bersama temannya. Aku reflex menutupi badanku di belakang pintu agar tidak terlihat oleh bintang. Bintang juga sedang mengobrol dengan temannya dan tak sadar dengan sekelilingnya. Aku menunggu waktu yang tepat hingga akhirnya aku lari secepat yang aku bisa sambil menaiki anak tangga satu persatu.
“ya buat masuk kelas lah pak….”
“masuk kelas? Kalau masuk kelas mah ke tangga yang itu juga bisa. Ngapain ke tangga yang kecil segala?” aku hanya menahan kesal dalam hati. Sambil beristigfar. Rasa emosional ku sedang naik. Hal ini serig terjadi jika sedang panik. Aku memang enggak tau bintang sudah dikelas atau belum. Tapi aku ambil sialnya saja kalau misalkan bintang sudah datang dan dia melihatku?
“pokoknya ini penting pak”
“ya mau gimana? Kalau mau jam 8. Kalau sekarang mah gurunya belum ada” aku mulai bingung dan kehabisan akal. Tidak ada jalan lain selain tangga kecil itu untuk bisa melewati kelas bintang.
tapi akhirnya seperti bantuan yang jatuh dari langit. Aku melihat dari ruang TU tempatku berdiri, bintang sedang menuruni tangga bersama temannya. Aku reflex menutupi badanku di belakang pintu agar tidak terlihat oleh bintang. Bintang juga sedang mengobrol dengan temannya dan tak sadar dengan sekelilingnya. Aku menunggu waktu yang tepat hingga akhirnya aku lari secepat yang aku bisa sambil menaiki anak tangga satu persatu.
Hari apakah
hari ini? ada apa dengan hari ini? karena hari ini memang tidak berjalan mulus
seperti yang aku harapkan. Berawal dari pagiku, jam istirahatku, dan sekarang
bel pulang sudah berbunyi pun aku masih saja duduk lemas karena kecewa. Aku
sama sekali tidak mengobrol dengan gilang. Gilang juga sama sekali tak
menghampiriku saat makan siang di kelas. Tidak mengerjaiku seperti biasa. Lebih
banyak duduk dan memainkan handpone nya. Sedangkan aku hanya seperti orang
pendiam membiarkan diriku tidak mengobrol dengan siapapun karena mawa yang hari
ini tidak masuk. Aku lalu dengan sangat tidak bersemangat memasukkan buku
biologiku yang tercecer di meja. Anak-anak yang lain sangat bersemangat namun
aku tidak sama sekali. Guru biologi ku menunggu KM kelasku menyiapkan sambil
duduk. Setelah melihat guruku akupun melihat gilang yang sudah duduk dan siap
untuk pulang. Setelah mengucap salam dan guruku menjawab kami pun berdiri dan
segera menghambur keluar kelas. Gilang berbelok kearah kiri- dia melewati
tangga kecil yang sekarang terbuka. Tidak seperti tadi pagi yang bekum terbuka.
Sediikit heran karena biasanya gilang melewati tangga yang besar di dekat ruang
TU.
“lang,
tumben lewat tangga ini” aku berusaha mencairkan suasana diantara derap langkah
ku dan gilang.
“emang gak boleh?”
“ya gapapa sih. Tapi kan biasanya selalu lewat tangga yang dekat TU” gilang sempat diam lalu berkata.
“ya gapapa. Pengen lewat sini aja. Penasaran kenapa belakangan ini ada orang yang pulagnya lewat tangga ini terus”
“siapa memang?”
“lumayan banyak kan yang lewat tangga ini?” tanyanya sambil menaikkan alis kanannya. Jika seperti ini mengapa gilang terlihat sangat keren ya? Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan gilang. Kini gilang sudah berjalan bersebelahan bersamaku.
“lagipula lo kok mehatiin aja gue sukanya ke tangga yang disana?” tanyanya sambil tertawa. Aku jawab saja dengan sekenanya dan se rasional mungkin,
“loh. Kalau lo sering lewat tangga keci tadi seharusnya gue suka liat lo dong. Lagi pula kan lo biasanya keluar paling pertama dari pintu dan langsung belok ke kanan” sebenarnya agak malu aku menjawab pertanyaan gilang dengan panjang dan lebar. Justru jawaban yang panjang dan lebar inilah yang seperti mencari-cari alasan.
“bisa jadi” ucapnya singkat sambil tersenyum. Untung aku tidak pingsan. Untung aku masih bisa bernafas sekarang.
“kenapa telat tadi?” tanyanya. Sedikit tersanjung karena gilang sedikit perhatian. Atau mungkin ia hanya iseng bertanya ya? Daripada hanya diam tak ada bahan obrolan.
“ban bocor. Baru tau tadi pagi juga. Jadi bareng ayah. Kan kalau sama ayah naik mobil jadi lama deh” aku menjawab selengkap mungkin. Padahal sepertinya tak lengkap penjelasan juga gak apa-apa. Ya. Gak apa-apa pasti.
“enggak persiapan sih. Makanya malam itu cek motor. Kayak gue” aku melihat gilang nyengir. Aku jadi gemas melihat gilang seperti itu.
“penting banget gitu di kasih tau kalau lo suka ngecek motor malem-malem?”
“yaiyalah. Berarti kan motor gue itu selalu benar”
“rumah lo kan deket dari sekolah. Mesin juga awet dong. Lah gue kan jalannya aja dari rumah kesekolah jauh. Ban jadi bocor. Mesin juga gitu”
“emang rumah lo sejauh apasih?” aku dan gilang sekarang sudah berada di depan sekolah. Masih berjalan pelan sambil mengobrol bersama.
“jauh pokoknya. Lain kali lo harus coba berangkat dari rumah gue ke sekolah”
“iya harus?” “ya”
“kalau dari rumah gue ke rumah lo. terus kesekolah lagi jauh gak?”
“ya apalagi itu berasa jauhnya” gilang hanya diam. Pandangannya ke depan. Aku baru sadar bahwa aku mengantarnya sampai depan parkiran. Aku pun memberhentikan gilang.
“eh stop deh. Ini kenapa gue nganterin lo ke parkiran..”
“ya lo sendiri yang jalan ngikut gue. Emang lo bareng siapa pulangnya?”
“bareng luna. Tadi udah bilang bareng”
“emang rumah lo searah sama luna?”
“iya lumayan. Rumah gue kan di perumahan mitra kalau luna enggak. Tapi kalau berangkat lewat perumahan mitra”
“tapi kan masuk ke perumahannya lumayan jauh dong”
“enggak. Masuk perumahan tinggal lurus sedikit. Pertigaan belok kanan deh”
“emang gak boleh?”
“ya gapapa sih. Tapi kan biasanya selalu lewat tangga yang dekat TU” gilang sempat diam lalu berkata.
“ya gapapa. Pengen lewat sini aja. Penasaran kenapa belakangan ini ada orang yang pulagnya lewat tangga ini terus”
“siapa memang?”
“lumayan banyak kan yang lewat tangga ini?” tanyanya sambil menaikkan alis kanannya. Jika seperti ini mengapa gilang terlihat sangat keren ya? Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan gilang. Kini gilang sudah berjalan bersebelahan bersamaku.
“lagipula lo kok mehatiin aja gue sukanya ke tangga yang disana?” tanyanya sambil tertawa. Aku jawab saja dengan sekenanya dan se rasional mungkin,
“loh. Kalau lo sering lewat tangga keci tadi seharusnya gue suka liat lo dong. Lagi pula kan lo biasanya keluar paling pertama dari pintu dan langsung belok ke kanan” sebenarnya agak malu aku menjawab pertanyaan gilang dengan panjang dan lebar. Justru jawaban yang panjang dan lebar inilah yang seperti mencari-cari alasan.
“bisa jadi” ucapnya singkat sambil tersenyum. Untung aku tidak pingsan. Untung aku masih bisa bernafas sekarang.
“kenapa telat tadi?” tanyanya. Sedikit tersanjung karena gilang sedikit perhatian. Atau mungkin ia hanya iseng bertanya ya? Daripada hanya diam tak ada bahan obrolan.
“ban bocor. Baru tau tadi pagi juga. Jadi bareng ayah. Kan kalau sama ayah naik mobil jadi lama deh” aku menjawab selengkap mungkin. Padahal sepertinya tak lengkap penjelasan juga gak apa-apa. Ya. Gak apa-apa pasti.
“enggak persiapan sih. Makanya malam itu cek motor. Kayak gue” aku melihat gilang nyengir. Aku jadi gemas melihat gilang seperti itu.
“penting banget gitu di kasih tau kalau lo suka ngecek motor malem-malem?”
“yaiyalah. Berarti kan motor gue itu selalu benar”
“rumah lo kan deket dari sekolah. Mesin juga awet dong. Lah gue kan jalannya aja dari rumah kesekolah jauh. Ban jadi bocor. Mesin juga gitu”
“emang rumah lo sejauh apasih?” aku dan gilang sekarang sudah berada di depan sekolah. Masih berjalan pelan sambil mengobrol bersama.
“jauh pokoknya. Lain kali lo harus coba berangkat dari rumah gue ke sekolah”
“iya harus?” “ya”
“kalau dari rumah gue ke rumah lo. terus kesekolah lagi jauh gak?”
“ya apalagi itu berasa jauhnya” gilang hanya diam. Pandangannya ke depan. Aku baru sadar bahwa aku mengantarnya sampai depan parkiran. Aku pun memberhentikan gilang.
“eh stop deh. Ini kenapa gue nganterin lo ke parkiran..”
“ya lo sendiri yang jalan ngikut gue. Emang lo bareng siapa pulangnya?”
“bareng luna. Tadi udah bilang bareng”
“emang rumah lo searah sama luna?”
“iya lumayan. Rumah gue kan di perumahan mitra kalau luna enggak. Tapi kalau berangkat lewat perumahan mitra”
“tapi kan masuk ke perumahannya lumayan jauh dong”
“enggak. Masuk perumahan tinggal lurus sedikit. Pertigaan belok kanan deh”
“hey”
mungkin seharusnya ini sapaan biasa jika orang biasa. Namun siapa yang sangka
jika yang memanggilmu itu adalah orang yang kamu hindari selama ini? bahkan
dari setiap penghindaranmu kamu terperangkap karena dirimu sendiri yang
membiarkan dirimu terperangkap.
Comments
Post a Comment
Terimakasih telah membaca blog saya! bisa kali tulis komentarnya disini